Oleh
: Heri Herwanto
Siti syamsudduha adalah seorang
dosen pengampuh pada jurusan pendidikan biologi, fakultas tarbiyah dan
keguruan, UIN Alauddin Makassar, selain menjadi seorang ibu rumah tangga,
beliau juga menjadi aktivis sosial yang bergerak dalam usaha pendampingan
terhadap kaum perempuan dan kehidupan sosial kemasyarakatan.
Bidang aktivis yang dijalani beliau
bermula akibat keprihatinan dirinya terhadap kurangnya pendampingan terhadap
masyarakat terutama kaum wanita yang kurang mendapat pendampingan dalam
kehidupan sosial dan rohani terutama dalam lapisan masyarakat yang “kurang”
mengecap dunia pendidikan.
Saat ditemui wartawan Warta-Bio (24
Sep 12) beliau mengemukakan gagasan bahwa “ sesungguhnya tugas sebagai aktivis
itu merupakan sebuah keharusan sebagai tanggung jawab sosial terhadap
masyarakat, karna sebenarnya baik setiap orang yang telah melampaui proses
poendidikan mempunyai tanggung jawab terhadap lingkungan masyarakat, karna
banyak sekali di lingkungan masyarakat yang kurang mendapat pendidikan sehingga
pendampingan merupakan tugas kita ” tandas wanita yang pernah mengambil
sandwitch programme di Griffith University, Australia ini.
Lanjut beliau bahwa “ sebenarnya
kita dapat bercermin pada proses fertilisasi yang terjadi pada manusia, dimana
jutaan sel sperma berjuang dengan sekuat tenaga untuk membuahi sel telur (ovum)
dan kita menang, artinya bahwa kita hidup dengan membawa berjuta harapan di punggung kita akan harapan kebaikan.
Dan saya rasa kita harus peka tentang apa yang terjadi disekitar lingkungan
kita, terlebih apa salahnya apabila kita membagi apa yang telah kita ketahui”
Disinggung tentang bagaimana beliau
mengatur jadwal dan rutinitasnya yang cukup padat sebagai dosen/pengajar, ibu
rumah tangga, serta aktivis dan penulis, wanita kelahiran 28 Desember 1968 ini pun menjawab bahwa” kunci dari itu semua adalah bagi waktu yang benar,
saya ketika menjadi dosen hanyalah menjadi dosen yang baik dalam mengajar, dan
ketika menjadi ibu rumah tangga pun harus menjadi ibu rumah tangga yang baik,
harus dapat mendengarkan isi hati anak – anak dan suami, dan ketika menjadi
aktivis sosial pun harus dilakukan dengan sepenuh hati, tidak perlu harus
dilingkungan formal namun juga harus dapat masuk dilingkungan informal. Misalnya
bergaul dengan kumpulan ibu – ibu yang sedang bersantai dipinggir jalan, dan
menanyakan bagaimana perkembangan kehidupan religius dan sosial mereka serta
membantu memberi solusi pada permasalahan keluarga ibu – ibu tersebut”
Ketika disinggung tentang pengalaman
sekolah di Australia, yaitu Griffith University, beliau menuturkan bahwa
kegiatan perkuliahan di Universitas Griffith terselenggara berkat kerja sama dengan Dirjen Perguruan Tinggi
(DIKTI) dan berlangsung selama kurang lebih 4 bulan.
Menurut Beliau “ terdapat perbedaan
yang cukup signifikan terhadap prilaku mahasiswa di Australia dibandingkan
dengan Indonesia, yaitu suasana akademik yang kental sangat terasa menggelora
di Australia, mereka memiliki motivasi yang teramat tinggi untuk mengembangkan
ilmu begitupun kesadaran akan arti kampus, jika di Indonesia umumnya pendidikan
berorientasi pada dunia kerja, mereka di Australia ini mengubah mindset nya
untuk fokus mengembangkan ilmu, yaitu dengan bertanya pengetahuan baru apa yang
bisa saya sumbangkan terhadap negara saya ini?, jadi mereka memiliki motivasi, dan dorongan
yang lebih tinggi untuk belajar! jadi
kita harus introspeksi diri tentang apa dan bagaimana tujuan kita bersekolah
kedapannya” tandas wanita yang tengah menempuh kuliah Doktoral di Universitas
Hassanuddin ini.
“Ibu SYAMSUDDUHA merupakan dosen
yang terasa amat berpengalaman dan cerdas dalam menyampaikan pola gagasan dalam
perkuliahan, begitu banyak pengalaman dan pengetahuan yang berkesan pernah dia
torehkan di kelas, selain cerdas, beliau juga adalah dosen yang cukup disiplin
dengan waktu, jadi gag suka telat” ujar Ismail Yunus, Mahasiswa biologi 1-2
semester 5 Pendidikan Biologi yang juga merupakan mahasiswa asuhan ibu Siti
syamsudduha.
Komentar
Posting Komentar